Saturday, May 25, 2013

Fungsi Pernapasan Normal: Tinjauan Anotomi

Tinjauan anatomi
Secara harfiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer menuju ke sel-sel dan keluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara bebas. Pemakaian oksigen dan pengeluaran karbon dioksida perlu untuk menjalankan fungsi normal seluler di dalam tubuh; tetapi kebanyakan sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas seperti diterangkan di atas, karena sel-sel tersebut letaknya sangat jauh dari tempat pertukaran gas tersebut. Karena itu, sel-sel tersebut memerlukan struktur tertentu baik untuk menukar maupun untuk mengangkut gas-gas tersebut.
Proses pernapasan terdiri dari beberapa langkah di mana sistem pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli, yaitu pemisah antara sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular. Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau bernapas. Sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk bernapas, dan secara refleks merangsang otot-otot diafragma dan dada yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Difusi oksigen dan karbondioksida melalui membran kapiler alveoli sering dianggap sebagai pernapasan eksternal. Sistem kardiovaskular menyediakan pompa, jaringan pembuluh dan darah yang diperlukan untuk mengangkut gas dari paru-paru ke sel-sel tubuh. Hemoglobin yang berfungsi baik dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengangkut gas-gas tersebut. Fase terakhir dari pengangkutan gas ini adalah proses difusi oksigen dan karbon dioksida antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernapasan internal mengacu pada reaksi-reaksi kimia intraselular di mana oksigen dipakai dan karbondioksida dihasilkan sewaktu sel memetabolistme karbohidrat dan bahan lain untuk membangkitkan adenosin tripospat (ATP) dan pelepasan energi.
Fungsi yang cukup baik dari semua sistem ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, dan dapat sangat membahayakan proses-proses kehidupan. Memahami proses pernapasan perlu untuk memeriksa dan mengobati penderita dengan gangguan pernapasan.


Anatomi Saluran Pernapasan
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus (Gambar 35-1). Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet (Lihat inset B, Gambar 35-1). Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior di dalam sistem pernapasan  bagian bawah menuju ke faring. Dari sini lapisan mukus akan tertelan atau dibatukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan oleh  lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah.Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trakea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun, berperanan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis, maka laring yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian bawah.
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Permukaan posterior trakea agak pipih (karena cincin tulang rawan di situ tidak sempurna), dan letaknya tepat di depan esofagus. Sebagai akibatnya, jika suatu slang endotrakea bulat yang kaku dengan balon yang digembungkan dimasukkan selama ventilasi mekanik, maka dapat timbul erosi di posterior pada membran tersebut, dan membentuk fistula trakeo-esofageal. Erosi bagian anterior menembus cincin tulang rawan dapat juga timbul tetapi tidak sering. (Pembengkakan dan kerusakan pita suara juga merupakan komplikasi dari pemakaian slang endotrakea). Tempat di mana trakea bercabang menjadi bronkus utama kira dan kanan dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat bila dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris (Gambar 35-1). Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk anatomik yang khusus ini mempunyai implikasi klinis yang penting. Slang endotrakea yang telah dipasang untuk menjamin patensi jalan udara  akan mudah meluncur ke bawah, ke bronkus utama kanan, jika slang tidak tertahan dengan baik pada mulut atau hidung. Jika terjadi demikian, udara tidak dapat memasuki paru-paru kiri dan akan menyebabkan kolaps paru-paru(atelektasis). Namun demikian, arah bronkus kanan yang hampir vertikal tersebut memudahkan masuknya kateter untuk melakukan pengisapan yang dalam. Juga benda asing yang terhirup lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus kanan karena arahnya yang vertikal.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
 Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, yaitu tempat pertukaran gas (lihat inset A, Gambar 35-1). Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan (3) sakus alveolaris terminalis, merupakan struktur akhir paru-paru. Asinus atau kadang-kadang disebut lobulus primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai 1,0 cm. Terdapat sekitar 23 kali percabangan mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveolus (dalam kelompokan sakus alveolaris yang menyerupai anggur, yang membentuk sakus terminalis) dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn. Lubang ini memungkinkan komunikasi antar sakus alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel saja yang diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah. Dalam setiap paru paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan total seluas sebuah lapangan tenis.
Gambar 35-2 memperlihatkan struktur mikroskopik sebuah duktus alveolaris dan alveolus-alveolus berbentuk polygonal yang mengitarinya. Karena alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tetapi untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus (Tipe II) tergantung dari beberapa factor, termasuk kematangan sel-sel alveolus dan sistem enzim biosintetiknya, kecepatan pergantian yang normal, ventilasi yang memadai dan aliran darah ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan dianggap sebagai faktor penting  pada pathogenesis sejumlah penyakit paru-paru.

No comments:

Post a Comment